− | <br>Telur merupakan salah satu bahan makanan hewani yang dikonsumsi selain daging, ikan, dan susu. Telur yang dikonsumsi oleh manusia umumnya berasal dari beberapa jenis unggas, seperti ayam, bebek, dan angsa. Namun, telur-telur yang lebih kecil, seperti telur ikan, kadang juga digunakan sebagai campuran dalam hidangan. Selain itu, dikonsumsi pula telur berukuran besar, seperti telur burung unta, maupun telur berukuran sedang, seperti telur penyu. Sebagian besar produk telur ayam yang ditujukan untuk konsumsi manusia tidak dibuahi oleh ayam pejantan. Namun, telur yang dibuahi dapat pula dimakan, meskipun tidak memiliki perbedaan kandungan nutrisi yang signifikan. Telur pasaran yang dibuahi umumnya tidak mengandung embrio yang berkembang karena disimpan dalam lemari pendingin sehingga mencegah pertumbuhan sel-sel dalam telur. Telur burung telah menjadi bahan makanan berharga sejak zaman prasejarah. Domestikasi unggas petelur dari hutan tropis dan subtropis di Asia Tenggara dan subbenua India mulai dilakukan sejak tahun 7000 Sebelum Masehi. Pada 2020, produksi telur ayam dunia mencapai 77 juta ton. Produsen besar telur umumnya dapat memasok jutaan lusin telur tiap pekannya. Sebelum didistribusikan, telur biasanya dicek kualitasnya menggunakan cahaya yang dipancarkan melaluinya. Menggunakan metode tersebut, ukuran kantung udara dan keberadaan embrio telur dapat diketahui. Beberapa pemerintah di dunia juga mewajibkan telur untuk dicuci terlebih dahulu sebelum didistribusikan. Telur unggas dapat diolah menjadi hidangan asin dan manis dengan berbagai cara, antara lain diasinkan, direbus matang, digoreng, dan direbus setengah matang. Telur juga dapat dimakan mentah, meskipun hal ini tidak dianjurkan bagi orang-orang yang rentan terhadap bakteri Salmonella, seperti orang tua, orang sakit, maupun wanita hamil. Selain itu, protein dari telur yang matang lebih mudah dicerna oleh tubuh daripada telur mentah. Sebagai bahan makanan, bagian kuning telur merupakan pengemulsi penting dalam kegiatan memasak. Di sisi lain, bagian albumen (putih telur) dapat digunakan secara terpisah untuk membentuk busa pada hidangan-hidangan tertentu. Putih telur dapat diaerasi atau dikocok untuk mendapatkan tekstur yang empuk. Dalam konsumsi sehari-hari, bagian cangkang telur umumnya dibuang. Namun, cangkang telur sebenarnya dapat digiling atau ditumbuk sebagai bahan tambahan pangan mengandung kalsium. Beberapa resep masakan menggunakan telur yang belum sempurna dengan cara mengambilnya setelah ayam disembelih atau memasak ayam ketika telur masih berada di dalam tubuhnya. Telur mengandung beberapa protein yang memadat (menjadi gel) pada temperatur tertentu. Kuning telur menjadi memadat pada temperatur antara 61 dan 70 °C (142 dan 158 °F). Bagian putih telur memadat pada temperatur 60 hingga 73 °C (140 hingga 163 °F). Dalam beberapa proses memasak, bagian putih telur dimasak terlebih dahulu karena harus berada dalam temperatur tinggi dalam waktu yang lebih lama daripada kuning telur. Salmonella dapat mati pada temperatur 60 °C (140 °F) apabila dimasak selama 45 menit. Untuk menghindari risiko kontaminasi Salmonella, telur dapat dipasteurisasi pada temperatur 57 °C (135 °F) selama 57,5 menit. Meskipun demikian, proses ini akan meningkatkan kekentalan putih dan kuning telur. Apabila telur direbus terlalu lama, sebuah cincin berwarna kehijauan seringkali muncul di sekitar bagian kuning telur. Hal ini terjadi karena terjadi perubahan pada senyawa besi dan sulfur dalam telur. Memasak telur hingga terlalu matang juga dapat merusak kualitas proteinnya. Telur yang dimasak terlalu matang dapat direndam dalam air dingin untuk mencegah terbentuknya cincin kehijauan di kuning telur. Penyimpanan telur yang akan dimakan sangatlah penting untuk mencegah kontaminasi bakteri Salmonella yang dapat menyebabkan keracunan parah. Telur juga dapat dibasuh terlebih dahulu untuk membersihkan cangkangnya. Pakar kesehatan merekomendasikan penyimpanan telur dalam kulkas untuk mencegah pertumbuhan Salmonella. Metode paling sederhana untuk mengawetkan telur ialah pengasinan. Garam dapat mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur. Di Tiongkok, telur asin umumnya dibuat dengan merendam telur bebek ke dalam air garam. Telur asin juga dapat dibuat dengan melapisinya menggunakan pasta garam dan lumpur atau lempung. Telur akan berhenti menyerap garam setelah satu bulan ketika mencapai kesetimbangan. Saat akhir proses pengasinan, bagian kuning telur menjadi berwarna jingga kemerahan dan menjadi padat. Meskipun demikian, bagian putih telur tetap cair dan umumnya harus direbus terlebih dahuku sebelum dikonsumsi. Metode pengawetan lain ialah dengan membuat acar telur. Telur yang dibuat acar harus direbus terlebih dahulu, kemudian direndam dalam cuka, garam, dan rempah-rempah (seperti jahe). Sari bit merah dapat ditambahkan untuk memberi warna merah pada telur. Ketika telur direndam dalam campuran tersebut selama beberapa pekan, cuka akan melarutkan sebagian kalsium karbonat yang terkandung dalam cangkang telur sehingga dapat masuk ke putih dan kuning telur dan menghambat pertumbuhan bakteri serta jamur. Telur bitan atau "telur seratus tahun" merupakan salah satu proses pengawetan telur dengan cara melumuri telur dengan campuran lempung, abu kayu, garam, kapur tohor, dan sekam beras selama beberapa pekan atau bulan, tergantung metode yang digunakan. Setelah selesai dibuat, kuning telur akan berubah menjadi hijau gelap dan memiliki zat seperti krim beraroma kuat akibat keberadaan sulfur dan ammonia. Sementara itu, bagian putih telur menjadi jelly transparan berwarna coklat gelap dengan rasa yang tidak dominan. Perubahan pada telur bitan dipengaruhi oleh bahan alkalin yang meningkatkan pH secara perlahan. Hanya mencakup bagian yang dapat dimakan. Berat telur di atas tergolong sebagai telur dengan ukuran besar di Amerika Serikat, tetapi hanya tergolong sebagai ukuran sedang di Eropa dan berukuran standar di Selandia Baru. †Persen AKG berdasarkan rekomendasi Amerika Serikat untuk orang dewasa. Menurut Departemen Pertanian Amerika Serikat, telur sedang/besar seberat 50 gram mengandung sekitar 70 kilokalori (290 kJ) energi makanan dan 6 gram protein. Metode memasak dapat memengaruhi nutrisi dan dampak kesehatan telur. Sebagai contoh, telur yang direbus cenderung mengandung protein yang lebih sedikit daripada telur yang digoreng. Telur yang direbus dapat mengandung beberapa vitamin dan mineral, seperti vitamin A, riboflavin, asam pantotenat, vitamin B12, fosforus, dan selenium. Kandungan nutrisi telur juga dipengaruhi oleh pakan ayam petelur. Sebagai contoh, ayam petelur dapat menghasilkan telur dengan kandungan asam lemak omega-3 tinggi apabila mendapatkan pakan yang mengandung lemak tak jenuh ganda, seperti minyak ikan, [https://www.cerita77real.click/ blowjob] biji chia, atau biji flaks. Ayam yang dibiakkan secara bebas di padang rumput juga menghasilkan telur dengan kandungan asam lemak omega-3 yang relatif lebih tinggi daripada ayam yang dibiakkan di kandang. Bagian artikel ini memberikan informasi dasar tentang topik kesehatan. Informasi dalam bagian artikel ini hanya boleh digunakan untuk penjelasan ilmiah; bukan untuk diagnosis diri dan tidak dapat menggantikan diagnosis medis. Wikipedia tidak memberikan konsultasi medis. Jika Anda perlu bantuan atau hendak berobat, berkonsultasilah dengan tenaga kesehatan profesional. Penelitian seputar dampak konsumsi telur terhadap kesehatan manusia menghasilkan kesimpulan yang berbeda-beda. Hal ini karena sebagian besar penelitian merupakan hasil pengamatan sehingga terdapat beberapa efek pengacau yang tidak dapat dikontrol. Lebih dari setengah kalori yang terkandung dalam telur berasal dari lemak dalam kuning telur. Telur berukuran besar mengandung kuning telur yang tersusun atas 58% (4,5 gram) lemak. Sebesar 35 persen lemak dalam telur merupakan lemak jenuh (asam palmitat, stearat, dan miristat). Sementara itu, bagian putih telur tersusun atas air (sekitar 90 persen) dan protein (sekitar 10 persen), tanpa mengandung (atau sangat sedikit) kolesterol dan lemak. Terdapat perdebatan mengenai risiko kesehatan akibat konsumsi kuning telur. Sebuah penelitian menyatakan bahwa konsumsi kolesterol yang terkandung dalam telur dapat meningkatkan kadar kolesterol HDL tubuh. Sementara itu, penelitian lain menyatakan bahwa konsumsi telur satu kali sehari tidak tercatat meningkatkan risiko penyakit jantung bagi orang yang sehat. Harold McGee berargumen bahwa peningkatan kadar kolesterol bukanlah akibat dari kolesterol dalam kuning telur, melainkan dampak dari lemak (terutama lemak jenuh) telur. Terdapat beberapa penelitian tentang dampak konsumsi telur terhadap risiko diabetes tipe 2 dengan hasil yang saling bertolak berlakang. Sebuah metaanalisis yang diterbitkan pada 2013 menemukan bahwa konsumsi telur meningkatkan risiko diabetes tipe dua. Pada penelitian tersebut, disebutkan bahwa orang yang mengonsumsi satu atau lebih telur per hari memiliki 42% kemungkinan lebih tinggi untuk menderita diabetes tipe dua dibandingkan orang yang tidak mengonsumsi telur sama sekali. Sebuah metaanalisis yang diterbitkan pada 2016 menyimpulkan bahwa hubungan antara konsumsi telur dengan peningkatan risiko diabetes tipe dua mungkin hanya terbatas pada penelitian-penelitian di Amerika Serikat. Sebuah metaanalisis yang diterbitkan pada 2020 menemukan bahwa secara umum, tidak ada hubungan antara konsumsi telur dan risiko diabetes tipe dua. Selain itu, risiko yang ditemukan dalam penelitian-penelitian di Amerika Serikat tidak ditemukan pada penelitian-penelitian serupa di Eropa dan Asia. Sebuah metaanalisis yang terbit pada 2015 menemukan hubungan antara konsumsi tinggi telur (lima kali sepekan) dan peningkatan risiko kanker payudara. Bertolak belakang dengan analisis tersebut, sebuah peninjauan yang dilakukan pada 2021 tidak menemukan hubungan antara konsumsi telur dan kanker payudara. Metaanalisis lain menemukan bahwa konsumsi telur juga mungkin meningkatkan risiko kanker ovarium. Pada 2021, sebuah umbrella review juga menemukan bahwa konsumsi telur meningkatkan risiko kanker ovarium secara signifikan. Metaanalisis yang terbit pada 2019 menemukan hubungan konsumsi tinggi telur dan risiko kanker sistem pernapasan atas. Telur merupakan salah satu penyumbang terbesar fosfatidil kolina (lesitin) dalam makanan manusia. Sebuah penelitian yang dipublikasikan di jurnal Nature menunjukkan bahwa fosfatidil kolina dapat dicerna oleh bakteri di usus dan diubah menjadi senyawa TMAO, sebuah senyawa yang sering dikaitkan dengan penyakit jantung. Namun, penelitian lain menemukan bahwa diabetes melitus tipe dua dan penyakit ginjal juga menyebabkan kenaikan kadar TMAO, sehingga hubungan antara TMAO dan penyakit kardiovaskular mungkin juga diakibatkan oleh adanya efek pengacau atau kesalahpahaman sebab akibat. Pada 2013, sebuah metanalisis menemukan bahwa tidak ada keterkaitan antara konsumsi telur dan penyakit jantung atau strok. Penelitian sistematis dan metanalisis yang diterbikan pada 2013 menemukan tidak adanya keterkaitan antara konsumsi telur dan penyakit kardiovaskular, tetapi menemukan bahwa konsumsi telur lebih dari sekali sehari dapat meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular pada penderita diabetes tipe dua sebesar 1,69 kali dibandingkan penderita diabetes melitus tipe dua yang tidak memakan telur lebih dari sekali sepekan. Pada 2018, sebuah metaanalisis berbasis uji klinis acak menemukan bahwa konsumsi telur dapat meningkatkan kolesterol total (TC), LDL-C, dan HDL-C dibandingkan tidak mengonsumsi telur sama sekali. Pada 2020, dua metaanalisis tidak menemukan hubungan antara konsumsi telur sekali sehari dan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Sebuah umbrella review yang diterbikan pada 2020 menyimpulkan bahwa peningkatan konsumsi telur tidak berkaitan dengan risiko penyakit kardivaskular pada sebagian populasi manusia. Pada 2021, sebuah penelitian juga tidak menunjukkan hubungan antara konsumsi tinggi telur (lebih dari satu per hari) dengan peningkatan risiko penyakit kardiovaskular. Namun, penelitian tersebut menemukan hubungan konsumsi telur dengan peningkatan risiko penyakit arteri koroner. Salah satu alergi makanan yang paling sering ditemukan pada anak ialah alergi akibat telur. Negara-negara maju mulai memberi label peringatan pada makanan yang mengandung telur untuk mencegah terjadinya hal-hal seperti ini. Kontaminasi bakteri patogenik, seperti Salmonella enteritidis, merupakan penyebab masalah kesehatan yang umumnya dikaitkan dengan kontaminasi telur. Kontaminasi telur akibat anggota genus Salmonella dapat terjadi ketika telur keluar dari kloaka unggas betina. Oleh karena itu, perlu penanganan khusus untuk mencegah cangkang telur terkontaminasi oleh feses unggas. Telur di Amerika Serikat mengalami proses pencucian menggunakan larutan pembersih sesaat setelah diambil dari kandang. Risiko infeksi akibat telur mentah atau kurang matang tergantung pada kondisi sanitasi kandang ayam petelur. Hal ini karena telur yang tidak matang sempurna dan proses pemasakan dengan api yang terlalu kecil tidak akan membunuh bakteri. Sama seperti daging, wadah penyimpanan dan pemrosesan telur mentah harus dipisahkan dengan makanan matang untuk mencegah berpindahnya kontaminan. Sebuah penelitian yang diakukan oleh Departemen Pertanian Amerika Serikat pada 2002 menemukan bahwa masalah kontaminasi tidak separah yang mereka pikirkan. Dari 69 miliar telur yang diproduksi setahun, hanya terdapat 2,3 juta telur yang terkontaminasi oleh Salmonella-setara dengan satu dari 30.000 telur-sehingga menunjukkan bahwa infeksi Salmonella cukup jarang disebabkan oleh telur. Meskipun demikian, kasus infeksi Salmonella enteritidis dan Salmonella typhimurium menjadi salah satu kekhawatiran utama di negara lain. Cangkang telur bertindak sebagai pelindung yang mencegah masuknya bakteri. Namun, penanganan yang tidak tepat dapat menyebabkan kontaminasi telur. Sebagian besar telur ayam yang diternakkan untuk kepentingan komersial tidak mengalami pembuahan karena ayam betina dipisahkan dari pejantannya. Telur yang mengalami pembuahan dapat dimakan, tetapi tidak memiliki perbedaan nutrisi yang signifikan dibandingkan telur yang tidak mengalami pembuahan. Embrio dalam telur yang mengalami pembuahan tidak dapat berkembang karena disimpan dalam temperatur rendah dalam waktu yang lama. Namun, embrio ini seringkali dibiarkan berkembang untuk dijadikan hidangan tertentu, contohnya balut. Departemen Pertanian A.S. menilai telur berdasarkan kualitas interior, [https://wiki.conspiracycraft.net/index.php?title=The_Big_Read blowjob] penampilan, dan kondisi cangkangnya. Telur dengan nilai kualitas yang sama dapat memiliki berat dan ukuran yang berbeda. Putih telur tebal dan menyatu; kuning telur tinggi, bulat, dan tidak cacat; serta memiliki cangkang yang bersih dan tidak rusak. Telur bermutu AA dan A baik untuk digoreng dan direbus karena tempilannya yang bagus. Memiliki karakteristik seperti mutu AA, tetapi bagian putih telur hanya "cukup" menyatu. Mutu telur yang paling banyak dijual di toko. Telur dengan bagian putih telur yang kemungkinan lebih tebal serta kuning telur yang lebih lebar dan pipih. Cangkang telur tidak rusak, tetapi dapat sedikit bernoda. Kualitas telur ini umumnya jarang ditemui di toko karena umumnya digunakan untuk membuat produk-produk mengandung telur. Telur ayam juga dinilai berdasarkan ukurannya untuk kepentingan penjualan. Beberapa telur "maxi" dapat memiliki dua kuning telur dan umumnya dijual secara khusus. Sementara itu di Kanada, Finlandia, dan India, telur ayam berwarna putih digemari untuk keperluan rumah tangga. The New York Times melaporkan bahwa selama Perang Dunia Kedua, ibu rumah tangga di Boston menggemari telur berwarna coklat, sementara ibu rumah tangga di New York lebih memilih telur berwarna putih. Pada Februari 1976, majalah New Scientist mendiskusikan masalah warna telur dengan menyatakan, "ibu rumah tangga cukup rewel dalam memilih warna telur, mereka memilih membayar lebih untuk telur berwarna coklat meskipun kualitasnya sama dengan yang berwarna putih". Oleh karena itu, produsen telur harus mempertimbangkan masalah budaya dan kepentingan komersial dalam memilih ras ayam yang diternakkan. Tradisi Paskah di beberapa tempat melibatkan penggunaan telur rebus yang diwarnai sebagai dekorasi. Tradisi serupa dapat ditemui di beberapa tempat yang terpengaruh budaya Persia. Sebelum ekuinoks musim semi dalam tradisi Tahun Baru Persia (disebut Nowruz), tiap anggota [https://search.yahoo.com/search?p=keluarga%20mendekorasi keluarga mendekorasi] telur rebus dan menempatkannya dalam sebuah mangkuk. Amerika Utara, yakni ketika anak-anak mencari telur Paskah yang telah disembunyikan oleh orang-orang dewasa. Di Eropa Tengah, Eropa Timur, dan sebagian wilayah Inggris, telur Paskah diadu untuk mencari telur mana yang paling kuat. Sejak abad ke-16, terdapat tradisi "telur menari" yang dilakukan di Barcelona dan beberapa kota Katalan ketika Pesta Copus Christi. Tradisi ini dilakukan dengan menempatkan cangkang telur di atas semburan air mancur sehingga telur melayang dan berputar. R, Manjunath (2021). Timelines of Nearly Everything (dalam bahasa Inggris). Ginenthal, Charles (2015). Pillars of the Past Volume Three (dalam bahasa Inggris). Lulu Press, Inc. hlm. Hopkins, John-Bryan (2018). Foodimentary: Celebrating 365 Food Holidays with Classic Recipes (dalam bahasa Inggris). Quito, Anne (11 Mei 2017). "Target used 16,000 eggs to decorate a dinner party, in a grand display of design's wastefulness". Arcuri, Lauren (2021-03-17). "Learn How to Candle an Egg". The Spruce (dalam bahasa Inggris). LII / Legal Information Institute (dalam bahasa Inggris). Evenepoel, P.; Geypens, B.; Luypaerts, A.; Hiele, M.; Ghoos, Y.; Rutgeerts, P. (1998). "Digestibility of Cooked and Raw Egg Protein in Humans as Assessed by Stable Isotope Techniques". The Journal of Nutrition. Bartter, Justin; Diffey, Helena; Yeung, Ying Hei; O'Leary, Fiona; Häsler, Barbara; Maulaga, Wende; Alders, Robyn (2018). "Use of chicken eggshell to improve dietary calcium intake in rural sub-Saharan Africa". Maternal & Child Nutrition (dalam bahasa Inggris). 14 (S3): e12649. doi:10.1111/mcn.12649. ISSN 1740-8709. PMC 6221107 . Loomes, Phoebe (2019-11-21). "Rare butcher's item divides foodies". Vega, César; Mercadé-Prieto, Ruben (2011). "Culinary Biophysics: On the Nature of the 6X°C Egg". Angelotti, Robert; Foter, Milton J.; Lewis, Keith H. (1961-07). "Time-Temperature Effects on Salmonellae and Staphylococci in Foods". Applied Microbiology. 9 (4): 308-315. ISSN 0003-6919. PMC 1057731 . Mead, G. C. (2005). Food Safety Control in the Poultry Industry (dalam bahasa Inggris). Tinkler, Charles Kenneth; Soar, Marion Crossland (1920-04-01). "The Formation of Ferrous Sulphide in Eggs during Cooking" (PDF). Biochemical Journal. 14 (2): 114-119. doi:10.1042/bj0140114. ISSN 0006-2936. PMC 1258902 . Kanegsberg, Barbara; Kanegsberg, Ed, ed. 2011). Handbook for Critical Cleaning. 2. Boca Raton: CRC Press Taylor & Francis Group. Belt, Deb (2018-03-28). "How To Make Perfect Hard-Boiled Eggs With No Green Ring". Annapolis, MD Patch (dalam bahasa Inggris). Arumugam, Nadia (25 Oktober 2012). "Why American Eggs Would Be Illegal In A British Supermarket, And Vice Versa". Drowns, Glenn (2012-05-22). Storey's Guide to Raising Poultry, 4th Edition: Chickens, Turkeys, Ducks, Geese, Guineas, Game Birds (dalam bahasa Inggris). McGee, Harold (2004). On Food and Cooking: The Science and Lore of the Kitchen. Hou, H.C. (1981-04). "Hunger and Technology". Food and Nutrition Bulletin. Teng, Fei; Bito, Tomohiro; Takenaka, Shigeo; Yabuta, Yukinori; Watanabe, Fumio (2016). "Yolk of the Century Egg (Pidan) Contains a Readily Digestible Form of Free Vitamin B12". Journal of Nutritional Science and Vitaminology. 62 (5): 366-371. doi:10.3177/jnsv.62.366. U.S. Department of Agriculture: Agricultural Research Service. U.S. Department of Agriculture: Agricultural Research Service. U.S. Department of Agriculture: Agricultural Research Service. Berkheiser, Kaitlyn (2018-10-09). "Hard-Boiled Egg Nutrition Facts: Calories, Protein and More". Healthline (dalam bahasa Inggris). Evenepoel, P; Geypens B; Luypaerts A; et al. October 1998). "Digestibility of cooked and raw egg protein in humans as assessed by stable isotope techniques". The Journal of Nutrition. Hennessy, Thomas W.; Cheng, Lay Har; Kassenborg, Heidi; Ahuja, Shama D.; Mohle-Boetani, Janet; Marcus, Ruthanne; Shiferaw, Beletshachew; Angulo, Frederick J.; for the Emerging Infections Program FoodNet Working Group (2004-04-15). "Egg Consumption is the Principal Risk Factor for Sporadic Salmonella Serotype Heidelberg Infections: A Case-Control Study in FoodNet Sites". Clinical Infectious Diseases. 38 (Suppl 3): S237-S243. Coorey R, Novinda A, Williams H, Jayasena V (2015). "Omega-3 fatty acid profile of eggs from laying hens fed diets supplemented with chia, fish oil, and flaxseed". J Food Sci. 80 (1): S180-7. Anderson KE (2011). "Comparison of fatty acid, cholesterol, and vitamin A and E composition in eggs from hens housed in conventional cage and range production facilities". Zhang X; Lv M; Luo X (2020). "Egg consumption and health outcomes: a global evidence mapping based on an overview of systematic reviews". Annals of Translational Medicine. 8 (21): 1343. doi:10.21037/atm-20-4243. Bruso, Jessica (2018-11-27). "How Fatty Is an Egg Yolk?". Healthy Eating | SF Gate (dalam bahasa Inggris). West, Helen (2018-12-13). "Egg Whites Nutrition: High in Protein, Low in Everything Else". Healthline (dalam bahasa Inggris). Weggemans, Rianne M.; Zock, Peter L.; Katan, Matijn B. (1 Mei 2001). "Dietary cholesterol from eggs increases the ratio of total cholesterol to high-density lipoprotein cholesterol in humans: a meta-analysis". Am. J. Clin. Nutr. 73 (5): 885-91. doi:10.1093/ajcn/73.5.885 . Hu, Frank B.; Stampfer, Meir J.; Rimm, Eric B.; et all (1999-04-21). "A Prospective Study of Egg Consumption and Risk of Cardiovascular Disease in Men and Women". JAMA (dalam bahasa Inggris). McGee, Harold (2007-03-20). On Food and Cooking: The Science and Lore of the Kitchen (dalam bahasa Inggris). Simon and Schuster. hlm. Shin, Jang Yel; Xun, Pengcheng; Nakamura, Yasuyuki; He, Ka (2013-7). "Egg consumption in relation to risk of cardiovascular disease and diabetes: a systematic review and meta-analysis123". The American Journal of Clinical Nutrition. ISSN 0002-9165. PMC 3683816 . Tamez, Martha; Virtanen, Jyrki K.; Lajous, Martin (2016-06). "Egg consumption and risk of incident type 2 diabetes: a dose-response meta-analysis of prospective cohort studies". British Journal of Nutrition (dalam bahasa Inggris). Drouin-Chartier, Jean-Philippe; Schwab, Amanda L; Chen, Siyu; Li, Yanping; Sacks, Frank M; Rosner, Bernard; Manson, JoAnn E; Willett, Walter C; Stampfer, Meir J; Hu, Frank B; Bhupathiraju, Shilpa N (2020). "Egg consumption and risk of type 2 diabetes: findings from 3 large US cohort studies of men and women and a systematic review and meta-analysis of prospective cohort studies". The American Journal of Clinical Nutrition. 112 (3): 619-630. doi:10.1093/ajcn/nqaa115. Keum, N.; Lee, D. H.; Marchand, N.; Oh, H.; Liu, H.; Aune, D.; Greenwood, D. C.; Giovannucci, E. L. (2015-10). "Egg intake and cancers of the breast, ovary and prostate: a dose-response meta-analysis of prospective observational studies". British Journal of Nutrition (dalam bahasa Inggris). Kazemi, Asma; Barati-Boldaji, Reza; Soltani, Sepideh; Mohammadipoor, Nazanin; Esmaeilinezhad, Zahra; Clark, Cian C T; Babajafari, Siavash; Akbarzadeh, Marzieh (2021-05-01). "Intake of Various Food Groups and Risk of Breast Cancer: A Systematic Review and Dose-Response Meta-Analysis of Prospective Studies". Advances in Nutrition. 12 (3): 809-849. doi:10.1093/advances/nmaa147. Zeng, Sai-tian; Guo, Liang; Liu, Shi-kai; Wang, Dong-hui; Xi, Jie; Huang, Ping; Liu, Dan-tong; Gao, Jie-fan; Feng, Jing (2015-08-01). "Egg consumption is associated with increased risk of ovarian cancer: Evidence from a meta-analysis of observational studies". Clinical Nutrition (dalam bahasa English). Tanha, K., Mottaghi, A., Nojomi. 2021). "Investigation on factors associated with ovarian cancer: an umbrella review of systematic review and meta-analyses" (PDF). Journal of Ovarian Research. Aminianfar, Azadeh; Fallah-Moshkani, Roohallah; Salari-Moghaddam, Asma; Saneei, Parvane; Larijani, Bagher; Esmaillzadeh, Ahmad (2019-7). "Egg Consumption and Risk of Upper Aero-Digestive Tract Cancers: A Systematic Review and Meta-Analysis of Observational Studies". Advances in Nutrition. 10 (4): 660-672. doi:10.1093/advances/nmz010. ISSN 2161-8313. PMC 6628841 . Patterson, Kristine. "USDA Database for the Choline Content of Common Foods" (PDF). U.S. Department of Agriculture. Wang, Zeneng (7 April 2011). "Gut flora metabolism of phosphatidylcholine promotes cardiovascular disease". 57W. doi:10.1038/nature09922. PMC 3086762 . Jia, Jinzhu; Dou, Pan; Gao, Meng; Kong, Xuejun; Li, Changwei; Liu, Zhonghua; Huang, Tao (September 2019). "Assessment of Causal Direction Between Gut Microbiota-Dependent Metabolites and Cardiometabolic Health: A Bidirectional Mendelian Randomization Analysis". Diabetes. 68 (9): 1747-1755. doi:10.2337/db19-0153 . Rong, Ying; Chen, Li; Tingting, Zhu; Yadong, Song; Yu, Miao; Shan, Zhilei; Sands, Amanda; Hu, Frank B; et al. 2013). "Egg consumption and risk of coronary heart disease and stroke: dose-response meta-analysis of prospective cohort studies". British Medical Journal. 346 (e8539): e8539. 10.1136/bmj.e8539. PMC 3538567 . Rouhani, Mohammad Hossein; Rashidi-Pourfard, Nafiseh; Salehi-Abargouei, Amin; Karimi, Majid; Haghighatdoost, Fahimeh (2018). "Effects of Egg Consumption on Blood Lipids: A Systematic Review and Meta-Analysis of Randomized Clinical Trials". Journal of the American College of Nutrition. Drouin-Chartier JP, Chen S, Li Y. (2020). "Egg consumption and risk of cardiovascular disease: three large prospective US cohort studies, systematic review, and updated meta-analysis". The BMJ. 368: m513. 10.1136/bmj.m513. PMC 7190072 . Godos J, Micek A, Brzostek T, Toledo E, Iacoviello L, Astrup A, Franco OH, Galvano F, Martinez-Gonzalez MA, Grosso G. (2020). "Egg consumption and cardiovascular risk: a dose-response meta-analysis of prospective cohort studies". European Journal of Nutrition. Mah E, Chen CO, Liska DJ (October 2019). "The effect of egg consumption on cardiometabolic health outcomes: an umbrella review". Krittanawong, Chayakrit; Narasimhan, Bharat; Wang, Zhen; Virk, Hafeez Ul Hassan; Farrell, Ann M.; Zhang, HongJu; Tang, W. H. Wilson (2021-01-01). "Association Between Egg Consumption and Risk of Cardiovascular Outcomes: A Systematic Review and Meta-Analysis". The American Journal of Medicine (dalam bahasa English). Allen, Clare Wendy; Campbell, Dianne Elizabeth; Kemp, Andrew Stewart (2007). "Egg allergy: Are all childhood food allergies the same?". Journal of Paediatrics and Child Health (dalam bahasa Inggris). Food allergen labelling and information requirements under the EU Food Information for Consumers Regulation No. 1169/2011: Technical Guidance (PDF). Food Standards Agency. April 2015. hlm. Gast, R.K.; Holt, P.S.; Murase, T (2005-04). "Penetration of Salmonella enteritidis and Salmonella heidelberg into egg yolks in an in vitro contamination model". Poultry Science. 84 (4): 621-625. doi:10.1093/ps/84.4.621. Salihu, M. D.; Garba, B.; Isah, Y. (2015). "Evaluation of microbial contents of table eggs at retail outlets in Sokoto metropolis, Nigeria". Sokoto Journal of Veterinary Sciences (dalam bahasa Inggris). 13 (1): 22-28. doi:10.4314/sokjvs.v13i1.4. Heritage, J.; Evans, E. G. V.; Evans, Glyn; Killington, R. A. (1999-06-28). Microbiology in Action (dalam bahasa Inggris). Cambridge University Press. hlm. Kimura, Akiko C.; Reddy, Vasudha; Marcus, Ruthanne; Cieslak, Paul R.; Mohle-Boetani, Janet C.; Kassenborg, Heidi D.; Segler, Suzanne D.; Hardnett, Felicia P.; Barrett, Timothy (2004-04-15). "Chicken Consumption Is a Newly Identified Risk Factor for SporadicSalmonella entericaSerotype Enteritidis Infections in the United States: A Case-Control Study in FoodNet Sites". Clinical Infectious Diseases. 38 (s3): S244-S252. Little, C. L.; Surman-Lee, S.; Greenwood, M.; Bolton, F. J.; Elson, R.; Mitchell, R. T.; Nichols, G. N.; Sagoo, S. K.; Threlfall, E. J. (2007). "Public health investigations of Salmonella Enteritidis in catering raw shell eggs, 2002-2004". Letters in Applied Microbiology (dalam bahasa Inggris). Egg-Grading Manual (PDF). United States Department of Agriculture. Merwin, Hugh (25 November 2014). "Noticed November 25, 2014 10:00 a.m. You Can Now Buy Double-Yolk Eggs by the Dozen". Munn, Dorothy (29 Desember 2013). "Why are chicken eggs different colors?". MSU Extension (dalam bahasa Inggris). Bichell, Rae Ellen (2014-09-11). "Why The U.S. Chills Its Eggs And Most Of The World Doesn't". NPR (dalam bahasa Inggris). McDougal, Tony (18 Juni 2021). "Largest UK retailer expands white egg offering to consumers". PoultryWorld (dalam bahasa Inggris). A Blue Story. New Scientist. Reed Business Information. 1976. hlm. Fulton, April; Ardalan, Davar (2016-03-20). "Nowruz: Persian New Year's Table Celebrates Spring Deliciously". NPR (dalam bahasa Inggris). Rough Guides UK. hlm. Dasar-dasar Telur untuk Konsumen: Pengemasan, Penyimpanan, dan Informasi Nutrisi Diarsipkan 2014-05-25 di Wayback Machine.. 2007) University of California Agriculture and Natural Resources. Teks tersedia di bawah Lisensi Atribusi-BerbagiSerupa Creative Commons; ketentuan tambahan mungkin berlaku.[https://millennialmoney.com/inboxdollars-vs-swagbucks/ millennialmoney.com] Lihat Ketentuan Penggunaan untuk rincian lebih lanjut.<br>
| + | The Ultimate Guide To Renault Key [https://gpsites.stream/story.php?title=the-renault-clio-key-awards-the-top-worst-or-weirdest-things-weve-seen renault master key fob not Working] |